SANEPO.COM – Starlink, proyek satelit orbit rendah yang digagas oleh Elon Musk, secara tegas menolak tawaran kerjasama dengan PT Telkom Indonesia Persero Tbk untuk melayani pasar ritel di Indonesia.
Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi disrupsi industri telekomunikasi di tanah air.
Dilansir Sanepo.com dari berbagai sumber yang kredibel, Wakil Ketua Komisi 6 DPR RI, Mohamad Hekal, menyatakan bahwa kolaborasi antara Starlink dan Telkom seharusnya menjadi langkah strategis untuk menghadapi tantangan di masa depan. Namun, Starlink memiliki pandangan berbeda.
Kekhawatiran atas Potensi Disrupsi
Mohamad Hekal mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi disrupsi yang bisa terjadi ketika satelit Starlink beroperasi penuh di angkasa.
Menurutnya, Telkom sudah melakukan investasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur telekomunikasi seperti B Trans R station, penanaman kabel, dan pembangunan BTS yang menjadi aset penting bagi perusahaan tersebut.
Kehadiran Starlink tanpa adanya kerjasama dengan Telkom bisa mengancam nilai dari investasi tersebut.
Pernyataan Direktur Utama Telkom
Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah, menegaskan bahwa Starlink menolak untuk bekerjasama dengan Telkom dalam segmen bisnis konsumen akhir.
“Untuk business to consumer, kami ingin menjadi mitra Starlink, tapi kebijakan mereka, mereka akan melakukannya sendiri,” kata Ririek dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR pada Kamis, 30 Mei 2024.
Menurutnya, Starlink ingin langsung menawarkan produknya kepada pelanggan tanpa perantara.
Kerjasama Terbatas dengan Telkom
Meskipun demikian, Telkom sudah menjalin kerjasama terbatas dengan Starlink melalui layanan backhaul yang dikembangkan sejak tahun 2022.
Layanan ini memungkinkan Starlink untuk mengakses jaringan telepon seluler, meskipun saat ini hanya terbatas untuk keadaan darurat atau SMS.
Bogi Wicaksono, Direktur Wholesale dan International Service Telkom, menekankan pentingnya kehadiran negara dalam menghadapi tantangan dari layanan langsung Starlink kepada pelanggan.
“Dalam hal layanan langsung ke pelanggan, ini perlu negara hadir karena secara teknologi, kami tidak bisa membendung ini,” ujar Bogi.
Menurutnya, intervensi negara diperlukan karena dari segi kebijakan dan teknologi, Telkom tidak dapat sepenuhnya menghadang langkah Starlink.
Tantangan di Masa Depan
Keputusan Starlink untuk beroperasi secara independen di pasar ritel menimbulkan tantangan besar bagi Telkom dan industri telekomunikasi Indonesia secara keseluruhan.
Dengan potensi disrupsi yang bisa terjadi, penting bagi Telkom dan regulator untuk mencari solusi agar dapat menghadapi dinamika baru yang dibawa oleh teknologi satelit orbit rendah seperti Starlink.
Starlink memilih untuk menjual layanan internet satelit langsung ke konsumen, yang bisa jadi mengubah lanskap pasar telekomunikasi di Indonesia.
Bagi Telkom, ini adalah tantangan sekaligus peluang untuk berinovasi dan mencari cara agar tetap kompetitif dalam menghadapi perusahaan teknologi global.
Dalam situasi ini, strategi kerjasama yang kuat dan dukungan kebijakan pemerintah menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan perkembangan industri telekomunikasi Indonesia di masa depan.
***